Jurnal Pembelajaran Sosial Emosional
Aksi Nyata
Rangkuman School Well-being
Oleh : Fitri Juliyanti
Memahami
School Well-being di Kelas IV SD
School Well-being atau
kesejahteraan sekolah merupakan konsep penting yang perlu dipahami oleh setiap
pendidik, termasuk guru kelas IV SD. Konsep ini dikembangkan oleh Konu dan
Rimpela (2002) yang terdiri dari empat dimensi utama: having (kondisi/situasi sekolah),
loving (hubungan sosial), being (pemenuhan diri), dan health (kesehatan peserta
didik/guru).
Sebagai guru kelas IV SD, saya melihat bahwa
konsep ini sangat relevan dengan tantangan yang saya hadapi sehari-hari. Siswa
kelas IV berada pada masa transisi penting, di mana mereka mulai mengembangkan
kemandirian belajar namun masih membutuhkan bimbingan yang intensif. Ketika
siswa cenderung malas sekolah dan menunjukkan temperamen kasar, ini bisa
menjadi indikasi adanya masalah dalam dimensi School Well-being.
Dalam pembelajaran tematik kelas IV, konsep School
Well-being dapat diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran. Misalnya,
dalam pelajaran IPS ketika membahas tentang interaksi sosial, kita bisa
menekankan pentingnya dimensi loving (hubungan sosial yang positif). Pada
pelajaran PKn, konsep being (pemenuhan diri) dapat ditekankan melalui
pembahasan hak dan kewajiban siswa di sekolah.
Mengelola
Emosi Guru untuk Lingkungan Pembelajaran Positif
Sebagai guru kelas IV SD yang menghadapi siswa
dengan kecenderungan malas dan bertemperamen kasar, pengelolaan emosi menjadi
kunci utama dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif. Berikut
pendapat saya tentang cara mengelola emosi:
1.
Praktik Refleksi Diri Harian
Setiap pagi sebelum
memulai kelas, saya menyediakan waktu 10 menit untuk menenangkan pikiran dan
merefleksikan tujuan mengajar hari itu. Ketika menghadapi siswa yang
bertemperamen kasar, refleksi ini membantu saya mengingat bahwa perilaku
tersebut mungkin merupakan respons terhadap situasi di luar sekolah.
2.
Teknik "Jeda Sadar"
Saat merasa emosi mulai
meningkat di kelas (misalnya ketika siswa menolak mengerjakan tugas), saya
menerapkan teknik "jeda sadar" dengan mengambil napas dalam selama 5
detik sebelum merespons. Ini mencegah reaksi impulsif yang bisa memperburuk situasi.
3.
Komunikasi Emosi yang Sehat
Saya tidak menyembunyikan
semua emosi dari siswa, melainkan mencontohkan cara mengekspresikan emosi
secara sehat. Misalnya, "Ibu merasa sedih ketika melihat kalian bertengkar
tadi" daripada meluapkan kemarahan. Ini mengajarkan siswa kelas IV bahwa
emosi adalah hal normal namun perlu dikelola dengan baik.
4.
Mencari Dukungan Kolega
Saya rutin berbagi
pengalaman dengan rekan guru lain, terutama saat menghadapi tantangan dengan
siswa yang malas atau kasar. Diskusi ini memberikan perspektif baru dan
mengurangi beban emosional yang saya tanggung sendiri.
5.
Pemisahan Profesional Personal
Saya berusaha tidak
membawa masalah kelas ke rumah dan sebaliknya. Ini membantu saya menjaga
keseimbangan emosi dan mencegah burnout yang bisa berdampak negatif pada
kualitas mengajar.
Menciptakan
Lingkungan Positif dengan Kemampuan Peserta Didik yang Beragam
Keberagaman kemampuan siswa di kelas IV SD adalah
realitas yang harus dihadapi dengan strategi yang tepat. Berikut pendapat saya
tentang cara menciptakan lingkungan positif dalam konteks keberagaman:
1.
Penerapan Sistem Buddy Learning
Saya menerapkan sistem
pasangan belajar di mana siswa dengan kemampuan akademik lebih tinggi
dipasangkan dengan siswa yang membutuhkan bantuan. Dalam konteks siswa yang
malas sekolah, ini menciptakan rasa tanggung jawab dan keterikatan sosial yang
mendorong kehadiran di sekolah.
2.
Diferensiasi Tugas Berbasis Minat
Untuk mata pelajaran
seperti Bahasa Indonesia atau IPA, saya menyediakan pilihan tugas dengan
tingkat kesulitan yang bervariasi namun tetap mencapai tujuan pembelajaran yang
sama. Siswa yang bertemperamen kasar sering kali merespons positif ketika
diberi otonomi dalam memilih tugas.
3.
Penerapan Reward System yang Inklusif
Saya menciptakan sistem
penghargaan yang tidak hanya mengapresiasi prestasi akademik, tetapi juga
kemajuan perilaku, kebaikan hati, dan usaha. Misalnya, "Bintang
Kemajuan" untuk siswa yang menunjukkan peningkatan dalam mengendalikan
temperamen.
4.
Ruang Ekspresi Emosi
Di sudut kelas, saya
menyediakan "Pojok Tenang" dengan bantal, buku, dan alat gambar di
mana siswa dapat menenangkan diri ketika merasa marah atau frustrasi. Ini
sangat membantu siswa yang bertemperamen kasar untuk belajar mengelola emosi.
5.
Komunikasi Rutin dengan Orang Tua
Melalui grup WhatsApp
kelas dan pertemuan berkala, saya membangun kemitraan dengan orang tua untuk
memahami latar belakang perilaku siswa dan menciptakan pendekatan yang
konsisten antara rumah dan sekolah.
6.
Project Based Learning yang
Kolaboratif
Dalam pembelajaran tematik
kelas IV, saya merancang proyek kelompok yang membutuhkan kontribusi beragam,
sehingga setiap siswa dapat berkontribusi sesuai kekuatan mereka. Misalnya,
dalam proyek "Lingkungan Sehat", ada peran untuk peneliti,
ilustrator, presenter, dan koordinator.
Dengan menerapkan strategi-strategi di atas, saya
melihat bahwa School Well-being dapat ditingkatkan secara signifikan,
bahkan dalam konteks kelas dengan siswa yang cenderung malas sekolah dan
bertemperamen kasar. Kuncinya adalah kesabaran, konsistensi, dan keyakinan
bahwa setiap anak memiliki potensi untuk berkembang dalam lingkungan yang
mendukung kesejahteraan mereka.
Pendekatan refleksi diri yang Ibu terapkan sangat inspiratif. Ini tidak hanya membantu Ibu mengelola emosi, tetapi juga memberikan contoh positif bagi siswa. Ibu bisa membagikan teknik ini dalam workshop guru.
ReplyDeleteSistem buddy learning yang Anda gunakan sangat efektif untuk meningkatkan keterikatan sosial di kelas. Saya setuju bahwa ini dapat membantu siswa yang malas untuk lebih termotivasi. Apakah Anda sudah mencoba variasi dalam penugasan untuk meningkatkan minat mereka?
ReplyDeletePenerapan ruang ekspresi emosi di kelas adalah ide yang brilian! Ini memberikan siswa tempat untuk menenangkan diri. Mungkin Anda bisa menambahkan aktivitas mindfulness untuk lebih mendukung pengelolaan emosi mereka.
ReplyDeleteSistem penghargaan yang inklusif sangat baik untuk memotivasi siswa. Saya suka ide 'Bintang Kemajuan'. Bu Fitri bisa mempertimbangkan untuk melibatkan siswa dalam menentukan kriteria penghargaan agar mereka merasa lebih terlibat.
ReplyDelete